MAKALAH FARMAKOLOGI
NON-STEROID ANTI INFLAMATORY DRUGS
(NSAID)
Disusun oleh :
JUNPRIADI
( 08.01.01.041 )
Dosen pembimbing :
SARY MEISYAYATI, M.Si, Apt
SEKOLAH
TINGGI ILMU FARMASI (STIFI) BHAKTI PERTIWI
PALEMBANG
2010/2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan
kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah Farmakologi yang berjudul Non-Steroid Anti Inflamatory Drugs (NSAID) dengan
baik.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan untuk orang tua
yang telah memberikan dukungan secara materil dan nonmaterial. Terima kasih
juga untuk pembimbing mata kuliah Farmakologi Ibu Sari Meisyayati, M.Si, Apt
yang telah memberikan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
ini hingga selesai.
Makalah Farmakologi mengenai Non-Steroid Anti Inflamatory
Drugs (NSAID) ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang
bersifat membangun akan penulis terima dengan lapang dada.
BAB I
P E N D A H U L U A N
Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi
nonsteroid (AINS) merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan
juga digunakan tanpa resep dokter. Obat-obat ini merupakan suatu kelompok obat
yang heterogen, secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki
banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan
ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering disebut juga sebagai
obat mirip aspirin (aspirin-like drugs).
Klasifikasi kimiawi NSAID, tidak banyak manfaat
kliniknya, karena ada NSAID dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang
berbeda, sebaliknya ada obat NSAID yang berbeda subgolongan tetapi memiliki
sifat yang serupa.
Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir ini
memberi penjelasan mengapa kelompok heterogen tersebut memiliki kesamaan efek
terapi dan efek samping. Ternyata sebagian besar efek terapi dan efek
sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).
BAB II
I S I
A.
Mekanisme kerja NSAID
Mekanisme kerja
berhubungan dengan sistem biosintesis PG mulai dilaporkan pada tahun 1971 oleh
Vane dkk yang memperlihatkan secara in
vitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometasin menghambat produksi
enzimatik PG.
Golongan obat
ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi
PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan
kekuatan dan selektivitas yang berbeda. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2
isoform disebut KOKS-1 dan KOKS-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang
berbeda dan ekspresinya bersifat unik. Secara garis besar KOKS-1 esensial dalam
pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal di berbagai jaringan
khususnya ginjal, saluran cerna, dan trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi
KOKS-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif.
Aspirin 166 kali
lebih kuat menghambat KOKS-1 daripada KOKS-2. Penghambat KOKS-2 dikembangkan
dalam mencari penghambat KOKS untuk pengobatan inflamasi dan nyeri yang kurang
menyebabkan toksisitas saluran cerna dan pendarahan.
Khusus
parasetamol, hambatan biosintesis PG hanya terjadi bila lingkungannya rendah
kadar peroksid seperti di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung
banyak peroksid yang dihasilkan oleh leukosit. Ini menjelaskan mengapa efek
anti-inflamasi parasetamol praktis tidak ada. Aspirin sendiri menghambat dengan
mengasetilasi gugus aktif serin dari enzim ini. Trombosit sangat rentan
terhadap penghambatan ini karena trombosit tidak mampu mengsintesis enzim baru.
Sehingga dosis tunggal aspirin 40 mg sehari telah cukup untuk menghambat
siklooksigenase trombosit manusia selama masa hidup trombosit, yaitu 8-11 hari.
Ini berate bahwa pembentukan trombosit kira-kira 10% sehari. Untuk fungsi
pembekuan darah 20% aktivitas siklooksigenase mencukupi.
B. Efek
farmakodinamik
Semua obat NSAID
bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi. Ada perbedaan aktivitas
diantara obat-obat tersebut, misalnya: parasetamol bersifat antipiretik dan
analgesik tetapi sifat anti-inflamasinya lemah sekali.
Sebagai
analgesik, obat NSAID hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah
sampai sedang misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia dan nyeri lain yang
berasal dari integument, juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan
inflamasi. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opiat.
Tetapi berbeda dengan opiat, obat NSAID tidak menimbulkan ketagihan dan tidak
menimbulkan efek samping sentral yang merugikan.
Sebagai antipiretik,
obat NSAID akan menurunkan suhu badan hanya pada keadaan demam. Walaupun
kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipireti in vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena
bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama. Fenilbutazon dan
antireumatik lainnya tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas alas
an tersebut.
Kebanyakan obat
NSAID, terutama yang baru, lebih dimanfaatkan sebagai anti-inflamasi pada
pengobatan kelainan musculoskeletal, seperti arthritis rheumatoid, osteoarthritis
dan spondilitas ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa obat NSAID ini hanya
meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara
simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan
pada kelainan musculoskeletal.
C. Efek
samping
Selain
menimbulkan efek terapi yang sama, obat NSAID juga memiliki efek samping serupa,
karena didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis PG. Efek samping yang
paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik yang
kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna.
Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-masing obat. Dua mekanisme
terjadinya iritasi lambung ialah: (1) iritasi yang bersifat lokal yang
menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan
jaringan; dan (2) iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik
melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2. Kedua PG ini
banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam
lambung dan merangsang sekresi mucus usus halus yang bersifat sitoprotektif.
Efek samping
lain ialah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesis tromboksan
A2 (TXA2) dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan.
Efek ini telah dimanfaatkan untuk terapi profilaksis tromboemboli.
D.
Penggunaan NSAID
Non-Steroidal
Anti Inflammatory Drugs (NSAID) bekerja menghambat enzim cyclooxygenase (enzim
pembentuk prostaglandin). NSAID hanya dipakai untuk nyeri inflamasi dan
antipiretik akibat produksi prostaglandin. NSAID mempunyai 3 efek yakni:
anti-inflamasi, analgesik (untuk nyeri ringan hingga sedang), dan antipiretik.
Namun, NSAID tidak bisa digunakan untuk mengatasi nyeri karena angina pectoris
karena nyeri disebabkan karena hipoksia dan penumpukan laktat. Penggunaan NSAID
sebagai analgesik bersifat simptomatik sehingga jika simptom sudah hilang, pemberiannya
harus dihentikan.
Pada keadaan
gout arthritis, NSAID berperan untuk mengurangi inflamasinya. Asam urat yang
meningkat dan menurun masih dapat menyebabkan inflamasi sehingga menimbulkan
nyeri. Asam urat dapat menumpuk di jaringan (biasanya pada jari kaki tampak
tofi, bendol- bendol). Penggunaan NSAID masih menimbulkan recruitment sel
radang karena tidak menghambat LOX/ leukotrien (chemotoxin). Namun efeknya ini
perlu diturunkan untuk mencegah adanya kemotaksis dengan penggunaan
kortikosteroid.
NSAID tidak
mempengaruhi proses penyakit (ex. kerusakan jaringan muskuloskeletal) dan hanya
mencegah simtom peningkatan prostaglandin pada kerusakan jaringan. Jadi, NSAID
memblok pembentukan prostaglandin, akan tetapi jaringan tetap rusak. NSAID
efeknya bersifat sentral, sehingga tidak menimbulkan adiksi.
Penggunaan NSAID
sebagai antipiretik digunakan untuk demam yang patologis (tidak digunakan untuk
demam karena peningkatan suhu setelah aktivitas yang berlebih). Demam patologis
dirangsang oleh zat pirogen endogen (IL-1) yang mengakibatkan pelepasan
prostaglandin di preoptik hipotalamus. Penggunaannya untuk simptomatik juga
(ketika panas turun harus dihentikan).
Efek samping
NSAID antara lain: Ulcus pepticum (akibat hambatan COX-1 sehingga pada GIT
timbul perdarahan), anemia, gagal ginjal (hambatan COX-1 juga menurunkan
perfusi ginjal), gangguan penutupan ductus arteriosus botalli (penutupannya
membutuhkan prostaglandin), keasaman, asma (adanya reaksi hipersensitivitas).
NSAID dapat
memblok TxA2 sehingga bisa dipakai sebagai profilaksis thromboemboli.
E. Penggunaan
beberapa jenis obat NSAID
Aspirin (asam
metilsalisilat atau acetosal) merupakan NSAID yang punya 3 efek yaitu:
analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi. Efek toksik aspirin sering terjadi
pada anak-anak (karena rasanya yang enak sehingga anak sering minta lagi). Efek
toksiknya yaitu hipertermi, asidosis metabolik (sesak). Aspirin memiliki efek
urikosurik (seperti probenecid, sulfinpirazone), artinya pada dosis tinggi
meningkatkan asam urat di dalam urin. Namun tablet aspirin yang disediakan
dosis 500mg sehingga tidak lazim untuk digunakan terapi asam urat karena butuh
minum 10 tablet agar mencapai efek (dosis 5g per hari). Jadi, aspirin dosis
antipiretik tidak bisa digunakan untuk terapi Gout Artritis karena pada kadar
tersebut belum bisa meningkatkan ekskresi asam urat. Aspirin cocok digunakan
pada pasien DM karena memiliki efek insulin like activity. Aspirin dapat
meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, sehingga dapat menimbulkan
hipoglikemia.
Aspirin juga
digunakan sebagai antiplatelet untuk terapi stroke. Aspirin bekerja dengan
menghambat pembentukan tromboksan. Tromboksan merupakan senyawa yang berperan
dalam pembekuan darah. Dengan dihambatnya tromboksan, maka terjadi hambatan
pembekuan darah. Hambatan dalam proses pembekuan darah diharapkan dapat
melancarkan aliran darah menuju otak yang tersumbat. Untuk terapi stroke,
aspirin diberikan dalam dosis rendah (pada dosis rendah aspirin juga bisa
menghambat trombus pada PJK). Hal ini dikarenakan pada pemberian dosis tinggi,
aspirin berisiko menyebabkan terjadinya perdarahan yang tentunya akan
memperparah kondisi pasien.
Perlu diingat,
bahwa penggunaan aspirin bertujuan untuk mencegah terjadinya kekambuhan stroke
akibat sumbatan aliran darah, karena itu harus diminum secara teratur walaupun
pasien sudah dinyatakan sembuh dari stroke. Kepatuhan penggunaan obat pada
penderita stroke sangat penting untuk mencegahnya terjadinya serangan stroke
berulang. Aspirin bersifat hepatotoksik (sifatnya radikal bebas dan metabolit
reaktif/toxic), jadi jika terjadi icterus harus segera dihentikan
penggunaannya. Intoksikasi aspirin penanganannya dengan kumbah lambung, koreksi
cairan elektrolit, alkalinisasi urin (bisa dengan Nabik). Aspirin kurang aman
untuk ibu hamil karena ikatannya yang proteinnya yang kuat sehingga bisa
menembus blood placenta barrier. Aspirin diabsorbsi per oral dengan cepat.
Dengan topikal juga cepat (untuk salep counter irritant, dosis yang rendah
memberikan rasa panas namun sifatnya sementara).
Diflunisal
merupakan NSAID yang tidak mempunyai efek antipiretik. Efeknya lebih kecil
daripada aspirin. Diflunisal dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Obat ini
99% terikat protein sehingga harus diwaspadai menimbulkan interaksi dengan obat
lain.
Paracetamol
(acetaminophen) merupakan NSAID yang tidak mempunyai efek anti-inflamasi.
Paracetamol sifatnya hepatotoksik, jadi sebaiknya dikombinasikan dengan
gluthation untuk efek antioksidan. Jadi untuk antitode keracunan parasetamol
bisa diberikan N-acetylcystein dan metionine. Efek hepatotoksik akan timbul
setelah penggunaan jangka panjang disebabkan karena paracetamol membentuk
reaktif yang dapat merusak sel hati. Sering juga terjadi kasus alergi (Steven
Johnson Syndrome) untuk pengobatan ini sehingga perlu diwaspadai.
Dipiron
(metampiron seperti antalgin dan novalgin) punya sifat hidrofilik. Metampiron
masih digunakan di Indonesia sebagai NSAID. Namun di luar negeri sudah tidak
digunakan karena adanya efek agranulocytosis dan depresi sumsum tulang yang
sangat besar.
Phenylbutazone,
NSAID yang efek anti-inflamasinya sangat kuat. Phenylbutazone tidak digunakan
untuk analgesik dan antipiretik. Obat ini sering menyebabkan Stephen-Johnson
syndrome. Penggunaannya dengan glibenclamid menimbulkan efek hipoglikemia.
Asam Mefenamat
merupakan NSAID yang efek anti-inflamasinya rendah.
Diklofenak,
NSAID yang terakumulasi di sinovial sehingga digunakan untuk terapi semua jenis
arthritis.
Ibuprofen, NSAID
yang efek sampingnya paling ringan dibandingkan semua NSAID yang lain.
Indometasin,
NSAID yang kerjanya menghambat COX juga menghambat motilitas PMN. Obat ini
bagus namun toksik sehingga dipakai jika sangat simptomatik.
Piroksikam,
NSAID yang waktu paruhnya sangat lama (>45 jam).
Nabumeton, NSAID
yang kerjanya selektif COX-2 dengan hambatan COX-1 yang minimal. Nabumeton merupakan
prodrug.
Rofecoxib
(Vioxx), NSAID yang efek iritasi GITnya rendah karena tidak menghambat COX-1
dan tidak bisa dipakai sebagai antithrombotik karena tidak mengubah fungsi
platelet. Obat ini kontraindikasi untuk penderita hipertensi, PJK, dan stroke.
Colecoxib
(Celebrex), NSAID selektif COX-2 inhibitor (seperti nimesulid, rofecoxib). Obat
ini punya efek samping hipertensi, PJK, stroke.
F. Golongan
obat NSAID
1.
Gol.
Indomethacine
v Proses di dalam tubuh
Absorpsi di dalam tubuh
cepat dan lengkap, metabolisme sebagian berada di hati, yang dieksresikan di
dalam urine dan feses, waktu paruhnya 2-3 jam, memiliki anti inflamasi dan efek
antipiretic yang merupakan obat penghilang sakit yang disebabkan oleh
keradangan, dapat menyembuhkan rematik akut, gangguan pada tulang belakang dan
asteoatristis.
v Efek samping
ü Reaksi gastrointrestianal: anorexia (kehilangan nafsu
makan), vomting (mual), sakit abdominal, diare.
ü Alergi: reaksi yang umumnya adalah alergi pada kulit
dan dapat menyebabkan asma.
2.
Gol. Sulindac
Potensinya lebih
lemah dari Indomethacine tetapi lebih kuat dari aspirin, dapat mengiritasi
lambung, indikasinya sama dengan Indomethacine.
3.
Gol. Arylacetic
Acid
Selain pada
reaksi aspirin yang kurang baik juga dapat menyebabkan leucopenia
thrombocytopenia, sebagian besar digunakan dalam terapi rematik dan reumatoid
radang sendi, ostheoarthitis.
4.
Gol.
Arylpropionic Acid
Digunakan untuk
penyembuhan radang sendi reumatik dan ostheoarthitis, golongan ini adalah penghambat
non selektif cox, sedikit menyebabkan gastrointestial, metabolismenya dihati
dan di keluarkan di ginjal.
5.
Gol. Piroxicam
Efek mengobati
lebih baik dari aspirin indomethacine dan naproxen, keuntungan utamanya yaitu
waktu paruh lebih lama 36-45 jam
6.
Gol. Nimesulide
Jenis baru dari
NSAID, penghambat COX-2 yang selektif, memiliki efek anti inflamasi yang kuat
dan sedikit efek samping.
BAB III
P E N U T U
P
A.
Kritik dan saran
Makalah Farmakologi NSAID ini masih jauh dari
sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima
dengan lapang dada. Perlu dilakukan penambahan materi dan sumber referensi untuk
menunjang kelengkapan makalah ini sehingga data yang diperoleh lebih akurat.
bisa tau referensinya g??
BalasHapusreferensinya dari buku farmakologi dan terapi, katzung ...
BalasHapusmakasi :)
BalasHapus